BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kuda (Equus caballus atau Equus jerus Caballus)
telah dikenal banyak orang sebagai hewan yang memiliki banyak fungsi, yaitu
dapat digunakan sebagai hewan piaraan, hewan olah raga ataupun sebagai sarana transportasi.
Hal ini disebabkan karena kuda adalah hewan yang mudah diatur, dikendalikan,
dan ramah terhadap mahluk sekitarnya termasuk manusia (Wikipedia, 2012)
Populasi
ternak di Indonesia mengalami kenaikan, tetapi ada beberapa jenis ternak yang
mengalami penurunan. Kuda merupakan salah satu ternak yang mengalami penurunan
populasi. Penurunan populasi ini terjadi karena fungsi kuda sebagai alat
transportasi telah banyak digantikan oleh kendaraan bermotor, selain tingginya
angka pemotongan kuda sebagai sumber pangan. Angka pemotongan kuda sebagai
sumber daging di Indonesia cukup tinggi. Penurunan populasi kuda ini tidak
hanya terjadi di Indonesia saja, di Amerika Serikat sampai tahun 1960 juga
mengalami penurunan populasi kuda, karena terjadi mekanisasi dalam bidang
transportasi dan pertanian. Kemudian populasi kuda
mengalami kenaikan setelah terjadi peningkatan kegiatan olahraga dan
rekreasi menggunakan kuda (Cunha, 1991). Peranan kuda di masyarakat antara lain
sebagai sumber pangan, alat transportasi, olah raga atau rekrasi, untuk
pertanian, dan untuk perang. Dua dari tiga peranan utama kuda masih sangat
jelas di masyarakat Lombok Barat. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya
jumlah Cidomo sebagai alat transportasi. Di beberapa kecamatan yang berada
wilayah Lombok Barat kuda masih merupakan alat transportasi yang
cukup penting. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) Populasi ternak kuda
di Lombok barat Barat masih relatif tinggi. Jumlah populasi kuda untuk wilayah
Lombok Barat yaitu 4.950 ekor (2006), 5.152 ekor (2007), 4.886 ekor (2008),
3.985 ekor (2009) dan 4.225 ekor (2010).
Kuda termasuk kedalam golongan ternak herbivora nonruminansia grup colon
fermentor. Usus besar adalah tempat untuk mikroba melakukan fermentasi.
Pakan yang tahan dari penghancuran di usus kecil, terutama serat, masuk ke usus
besar untuk difermentasi oleh mikroba. Prosesnya hampir sama seperti di rumen
pada ternak ruminansia (Cheeke, 1999). Kuda sebagai ternak herbivora, merupakan
ternak yang mengkonsumsi hijauan. Hijauan mempunyai arti yang penting dalam
makanan kuda (Gibbs dan Davidson, 1992). Performan yang dihasilkan oleh kuda
akan seiring dengan kualitas hijauan, dimana hijauan yang mempunyai kualitas
baik akan menghasilkan performan kuda yang bagus pula. Hijauan yang bagus
tentunya tidak hanya sebagai sumber energi, tetapi juga sebagai sumber protein,
vitamin, mineral dan nutrisi lainnya. Untuk mendapatkan performan kuda yang
bagus perlu adanya evaluasi dan penentuan kualitas hijauan pakan kuda
(Guay et al., 2002).
Sedangkan
di Indonesia, informasi tentang jenis, nilai nutrisi dan penggunaan hijauan
sebagai pakan kuda sangat terbatas. Bahkan Parakkasi (1988) menyatakan bahwa di
Indonesia dan daerah tropis lainnya belum diperoleh keterangan secara pasti tentang
adanya suatu hijauan yang menonjol kualitasnya, terutama untuk pakan kuda. Hal
ini bisa disebabkan masih kurangnya eksplorasi dan identifikasi sumberdaya
genetik (Plasma Nutfah) hijauan yang ada. Padahal untuk mengembangkan
peternakan yang mempunyai dayasaing diperlukan pemanfaatan sumberdaya lokal
yang mempunyai nilai lebih. Salah satunya adalah pemanfaatan hijauan yang
mempunyai kualitas nutrisi yang baik dan telah beradaptasi dengan kondisi iklim
setempat. Menurut Chambliss dan Jhonson (2002) yang penting dalam pengembangan
hijauan pakan kuda perlu mempertimbangkan adaptasi tanaman terhadap kondisi
tanah dan iklim. Informasi tentang jenis hijauan lokal Indonesia dan
kandungan nutrisinya yang potensial untuk dikembangkan sebagai pakan kuda
hampir belum ada. Hal ini yang mendorong dilakukan penelitian ini, sebagai
suatu usaha penambahan ilmu pengetahuan dalam pengembangan peternakan yang
berbasis pada sumberdaya lokal.
1.2 Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan
Tujuan dari
praktikum ini adalah:
1.
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami
alat-alat pencernaan dan apa saja yang terjadi didalam alat pencernaan ternak
non ruminansia
2.
Agar mahasiswa mengetahui fungsi-fungsi
dari alat pencernaan ternak non ruminansia
b. Mamfaat
1.
Mahasiswa mengetahui apa saja alat pencernaan
non ruminansia
2.
Mahasiswa memahami apa saja yang terjadi
pada proses pencernaan ternak non ruminansia
3.
Mahasiswa mengetahui jalur ingesta pada
alat pencernaan ternak non ruminansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kuda
Kuda adalah mamalia ungulata (hewan yang berdiri pada kuku) yang berukuran
paling besar di kelasnya. Kuda berdiri pada satu kuku sehingga dimasukan dalam
ordo perissodactyl. Dalam hal kekerabatan kuda memiliki kesatuan
nenek moyang dengan tapir dan badak. Kuda merupakan satu dari hewana modern
paling sukses dari genus Equus, hal tersebut dikarenakan
kemampuannya dalam bertahan hidup dari seleksi alam dan kemampuannya dalam
berevolusi yang sangat baik (Anonim, 2011a).
2.2. Klasifikasi
Kuda modern saat ini dibedakan menjadi kuda domestikasi dan kuda liar. Kuda
domestikasi (Equus caballus) adalah kuda yang sengaja dipelihara manusia
untuk digunakan dan diambil manfaatnya. Sedangkan kuda liar (Equus ferus
Caballus) adalah kuda yang masih hidup di alam liar (Kidd, 1985).
Klasifikasi kuda domestikasi dan kuda liar secara ilmiah berdasarkan aturan
penamaan linaeus (1785) yaitu : kingdom Animalia, kelas Mamalia, ordo
Perrissocdactyla, family Equidae, genus Equus, spesies Equus caballus untuk
kuda domestic dan Equus ferus Caballus untuk kuda liar.
Pengelompokan kuda kemudian berkembang pesat berdasarkan berbagai hal
seperti kemampuan dalam beraktivitas yaitu cold Blood, Hot blood dan warm
blood, berdasarkan ukuran tubuh seperti light horses, draught horses dan ponies
(kacker, 1996), jenis aktifitas seperti work horses dan sport horses, asal
daerah seperti kuda arab, kuda eropa, kuda asia, dan kuda amerika.
Pengelompokan terakhir adalah berdasarkan breed, yaitu kuda yang dikawin
silangkan dengan kuda jenis lain dan dihasilakn kuda jenis baru yang
berkualitas baik. Breed yang terkenal antara lain Arab, Throughbred, Anglo-arab
dan Shire (Kidd 1985 dan Drummond 1988).
Begitu banyak jenis kuda di dunia , kuda arab dapat dianggap sebagai cikal
bakal berbagai jenis kuda di dunia. Menurut keterangan marco polo saat
berkunjung ke India tahun 1290. Para sultan di india telah menyebarluaskan kuda
arab ke berbagai Negara lain di asia. Salah satu caranya adalah melalui hadiah
perkawinan. Melalui ekspansi tentara arab ke berbagai penjuru Negara pada awal
abad pertengahan, maka kuda arab menyebar ke berbagi penjuru dunia. Kuda arab
tersebut kemudian dikawin silangkan dengan kuda lokal di daerah masing-masing
Negara. Sampai saat ini telah dikenal lima ekor kuda pejantan arab yang
terkemuka, masing-masing bernama the byerley Turk (1684), The Leeds Arabian
(1965), the dardley Arabian (1700), the alcock Arabian (1704), dan the
godolphin arabian (1730). Nama dari kuda pejantan ini akan kita temukan pada
silsilah keturunan kuda jenis Throughbred yang tersebar di seluruh dunia
(Soehardjono, 1990).
2.3. Kuda Indonesia
Kuda yang terdapat di wilayah asia tenggara termasuk ke dalam ras timur
karena memiliki bentuk tengkorak yang kecil. Hal tersebut berbeda dengan kuda
ras eropa yang memiliki tengkorak kepala yang besar. Melihat bentuk wajahnya,
kuda ras timur diduga merupakan keturunan kuda mongol. Kuda mongol diperkirakan
merupakan keturunan jenis kuda przewalski yang ditemukan tahun 1879 di asia
tengah (Soehardjono, 1990).
Keadaan fisik kuda yang terdapat di Indonesia beraneka ragam karena
dipengaruhi oleh keadaan geografis wilayahnya. Kuda-kuda di Indonesia memiliki
ukuran tubuh yang tidaklah terlalu besar yaitu bertinggi badan 1,13 m hingga
1,33 m, hal ini disebabkan karena Indonesia berada di daerah beriklim tropis
(Soehardjono, 1990). Dari ukuran tersebut maka kuda Indonesia termasuk kedalam
jenis kuda poni.
Menurut Soehardjono (1990) terdapat dua jenis ras kuda local di Indonesia.
Jenis pertama dikenal dengan nama kuda batak dan jenis kedua dikenal dengan
nama kuda sandel (Sandel Wood) atau kuda timur. Kedua jenis kuda poni ini
memiliki ukuran yang sama yaitu antara 114-123 cm. kedua jenis kuda ini
memiliki kesamaan pada warna maupun bentuk. Umumnya keduanya berwarna coklat,
coklat tua, sampai kemerahan dengan rambut ekor dan kaki bagian bawah berwarna
hitam. Bagian kepala berukuran agak besar dengan leher lebar dan pendek,
sedangkan rambut kepala kasar dan berdiri. Bagian kakinya berbentuk langsing
dan berbulu pada bagian persendian.
Di Indonesia kuda digunakan sebagai hewan transportasi, bahkan di beberapa
daerah di pulau jawa kuda digunakan untuk menarik kereta yang biasa
disebut sebagai Delman. Delman sendiri di definisiakan sebagai kereta yang
dapat diisi/dinaiki 4-5 orang dan ditarik oleh satu ekor kuda (Anonim, 2010b)
2.4. Alat pencernaan kuda
Pencernaan merupakan rangkaian
proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan didalam alat
pencernaan. Proses pencernaan pada ternak non ruminansia relatif lebih sederhana
dibandingkan dengan proses pencernaan pada ternak lainnya.
Kuda dan bangsa kuda lainnya yang
termasuk dalam genus equus telah mengalami adaptasi terhadap lingkungan dengan
makan dalam jumlah sedikit sepanjang hari. Di alam bebas kuda merumput di
padang rumput dan menempu jarak cukup jauh agar dapat memperoleh nutrisi yang
cukup. Oleh karena itu sistem pencernaan kuda berjalan optimal bila pakan yang
masuk jumlahnya sedikit namun kontinyu sepanjang hari.
Proses pemecahan pakan yang terjadi di mulut sampai ambung serupa dengan yang terjadi pada babi. Perbedaan mulai terdapat pada bagian sekum. Disini terjadi proses fermentasi atau pemecahan serat kasar yang cukup efisien sehingga kuda dapat mencerna pakan hijauan seperti rumput. (Bowen, 1996)
Gambar 1. Bagia-bagian dari sistem pencernaan kuda
dengan ukuran dan kapasits
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi Praktikum
a. Alat-alat.
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah :
-
Timbangan
-
Plastik
-
Pisau
-
Alat ukur
b. Bahan
Adapun
bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
-
Alat organ kuda jantan
3.2 Metode praktikum
a.
Sediakan saluran
pencernaan kuda mulai dari esopagus sampai rectum pada meja praktikum.
b.
Perhatikan dan lihat alat-alat
pencernaan tersebut hingga kita bisa mengetahui alat-alat pencernaan pada kuda satu
per satu.
c.
Perhatikan bagian-bagian dan isi saluran
pencernaan tersebut secara krolologis mulai dari esopgalus sampai rectum yang
merupakan proses fisiologik terjadi.
d.
Perhatikan satu persatu jalur ingesta
yang telah ditandai nomor dan penjelasan.
e.
Pelajarilah fungsi dari tiap alat
pencernaan kuda, jika tidak ada yang mengerti praktikan bisa menanyakan
pada dosen.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Praktikum
Tabel
1. Data saluran dan organ pencernaan kuda
Umur
kuda : 3,5 tahun
Perkiraan
bobot badan : 125 kg
Jenis
kelamin : jantan
Bobot
total alat dan organ : 28,8 kg
N
o
|
Bagian/organ
|
Bobot
(kg)
|
Panjang
(cm)
|
Lingkar/lebar
|
Deskripsi
isi
|
1
|
Kerongkongan
|
0,6
|
62
|
4,5
|
|
2
|
Lambung
|
1
|
38,5
|
28
|
B
= Kayak parutan kelapa
W
= Hijau kekuningan
T
= Kasar dan kering
|
3
|
Usus
halus
D
= 5
J
= 8
T
= 5
|
3,3
|
11,33
|
6
|
B
= Agak lembut
W
= Hijau tua
T
= Halus dan lembut
|
4
|
Caecum
U
= 46
T
= 56
A
= 48,5
|
21,2
|
274
|
50,2
|
B
= Kasar (lolos dari usus)
W
= Hijau mudah
T
= Kasar dan hijau berair
|
5
|
Usus
besar-anus
17,5
13,5
12,5
|
2,1
|
165
|
14,5
|
B
= Sangat kasar
W
= Hijau gelap
T
= Kering
|
6
|
Asesoris
:
Hati
|
1,5
|
30
|
19
|
B
= Normal
W
= Merah hati
T
= Halus
|
Gambar
2. Sistem pencernaan dan bagian-bagian alat
pencernaan kuda
|
4.2
Pembahasan Praktikum
a.
Sistem Pencernaan
Kuda merupakan
ternak Non ruminansia. Hal ini disebabkan oleh sistem pencernaan enzimatik
terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pencernaan fermentatif. Kuda
memiliki kemampuan untuk memanfaatkan hijauan dalam jumlah yang cukup dengan
proses fermentatif di bagian caecum. Saluran pencernaan kuda memiliki ciri
khusus yaitu ukuran kapasitas saluran pencernaan bagian belakang lebih besar di
bandingkan bagian belakang. Alat pencernaan adalah organ-organ yang langsung
berhubungan dengan penerimaan, pencernaan bahan pakan dan pengeluaran sisa
pencernaan atau metabolisme.
Gambar 3. Bagian-bagian
dari sistem pencernaan kuda
Berikut penjelasan
secara umum maupun khusus dari alat dan fungsi pencernaan kuda:
·
Rongga Mulut
Mulut merupakan bagian pertama dari sistem penmcernaan
yang mempunyai 3 fungsi yaitu mengambil pakan, pengunyahan secara mekanik dan
pembasahan pakan dengan saliva. Di dalam rongga mulut terdapat organ pelengkap
yaitu lidah, gigi, dan saliva. Lidah merupakan alat pencernaan mekanik. Kuda
dapat menyeleksi pakan yang dimakan dikarenakan adanya bungkul-bungkul pengecap
pada lidah dan terbanyak terdapat di daerah dorsum lidah dibandingkan bagian
lain dengan cara merasakan pakan yang dimakan. Gigi adalah organ pelengkap yang
secara mekanik relative kuat untuk memulai proses pencernaan. Gigi juga
digunakan untuk menentukan umur umur dengan melihat : penyembulan (erupsi),
pergantian sementara, bentuk dan dan derajat keausan gigi. Saliva kuda
mengandung elektrolit utama yaitu Na+, K+, Ca2+, Cl-, HCO2-, HPO4- serta tidak
atau sedikit sekali mengandung amylase. Saliva dihasilkan oleh 3 pasang
kelenjar yaitu kelenjar parotis, kelenjar mandibularis, kelenjar sublingualis.
Saliva berfungsi sebagai pelicin dalam mengunyah dan menelan pakan dengan
adanya mucin, mengatur temperatur rongga mulut, pelindung mukosa mulut dan
detoksikasi.
·
Pharynx dan Esofagus
Pharynx adalah penyambung rongga mulut dan esophagus.
Esophagus kuda mempunyai panjang 62 cm, lingkar/lebar lambung kuda 4,5 cm dan
berat lambung kuda 0,6 kg. Pada pharynx dan esofagus tidak terjadi pencernaan
yang berarti. Esofagus membawa pakan dari mulut ke lambung. Esofagus letaknya
membentuk sudut curam sehingga membentuk katup satu arah dengan mekanisme
menutup sangat kuat sehingga hampir tidak mungkin bagi kuda untuk memuntahkan
kembali pakan yang telah masuk lambung. Oleh karena itu lambung dapat terganggu
konsumsi pakan berlebihan. Esofagus juga merupakan segmen sistem pencernaan
dimana kuda juga dapat terdesak.
· Lambung
Lambung kuda relatif lebih kecil dibandingkan ternak
lain terutama ternak ternak ruminansia. Kuda jantan yang berumur 3,5 tahun
dengan perkiraan bobot badan 125 kg dan bobot total alat organ 28,8 kg
mempunyai bobot lambung 1 kg, panjang lambung 38,5 cm, lingkar/lebar lambung 28
cm. Lambung kuda mempunyai bentuk seperti parutan kelapa, isi lambung kuda
berwarna hijau kekuningan dan tekstur pada lambung kuda kasar dan kering.
Kapasitas lambung kuda antara 8 -15 liter atau hanya
9% dari total kapasitas saluran pencernaan. Proses pencernaan yang terjadi di
daerah lambung tidak sempurna dikarenakan aktivitas mikroorganisme sangat
terbatas dimana populasi bakteri relati rendah, waktu tinggal pakan di lambung
hanya sebentar sekitar 30menit, dan hasil proses fermentatif adalah asam
laaktat bukan VFA.
Gambar 4. Isi lambung kuda jantan
·
Usus halus
Usus halus merupakan tempat utama untuk mencerna
karbohidrat, protein dan lemak serta tempat absorbsi vitamin dan mineral.
Kapasitas usus halus adalah 30%.dari seluruh kapasitas saluran pencernaan kuda.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu: duodenum, jejenum, dan ileum. Proses
pencernaan di usus halus adalah proses pencernaan enzimatik. Beberapa enzim tersebut
adalah peptidase, dipeptidase, amylase, dan lipase.
Usus halus pada kuda mempunyai berat 3,3 kg, panjang usus halus pada kuda
11,33 cm dan mempunyai lingkar/lebar 6 cm. Secara anatomi usus halus pada kuda
dibagia menjadi tiga bagian yaitu duodenum yang mempunyai lebar 3 cm, jejenum
mempunyai lebar 8 cm dan ileum mempunyai lebar 5 cm. Di dalam usus halus akan disekresikan cairan
duodenum, empedu, cairan pancreas dan cairan usus.
Kelenjar duodenum menghasilkan sekresi alkali yang masuk ke dalam saluran
diantara villi dan cairang ini berfungsi sebagai pelicin. Cairan ini juga
berperan melindungi duodenum dari pengaruh asam yang masuk ke dalam lambung.
Sejumlah
enzim disekresi di berbagai saluran usus. Ada tiga golongan enzim yang
disekresi oleh tractus digestivus, yaitu karbohidrase, protease dan lipase.
Karbohidrase
bekerja pada pertautan glikosidik antara unit mono-sakarida. Α –Amilase
menghidrolisis pertautan pati 1,4 glikosidik dan glikogen. Jenis karbohidrase
antara lain yaitu sukrase, maltase, lactase.
Enzim
protease menghidrolisis pertautan peptida. Jenis enzim ini yaitu pepsin,
rennin, tripsin, khimotripsin, karboksi peptidase, aminopeptidase, dipeptidase.
Enzim-enzim tersebut menghidrolisis protein dan peptida tertentu ke dalam
bentuk asam amino.
Enzim lipase disekresi getah pancreas, menghidrolisis lemak ke dalam bentuk
monogliserida dan asam lemak. Terdapat pula sejumlah hidrolisis lengkap ke
dalam asam lemak dan gliserol yang sangat terbatas.
Pankreas terletak di lekukan duodenum dan cairan disekresikan masuk
duodenum melalui duktus pankreatikus. Bila zat-zat asam dari lambung
masuk ke dalam duodenum, epitel usus akan mengeluarkan hormon yang masuk
kedalam pembuluh. Hormon ini mensekresikan sekretin yang merangsang
pancreas untuk mengeluarkan cairan ion bikarbonat yang berkadar tinggi
untuk menetralisis asam lambung. Keadaan ini akan merangsang hormon lain yaitu
pankreozimin yang dikeluarkan mukosa usus, terutama karena pengaruh peptide
yang masuk ke dalam duodenum merangsang pancreas untuk menghasilkan proenzim
dan enzim juga termasuk tripsinogen, kimotripsinogen, prokarboksipeptidase,
alfa amilase, lipase, lesitinase dan nuclease.
Enterokinase adalah enzim yang dihasilkan mukosa usus duodenum yang mengubag
zimogen dan tripsinogen yang belum aktif menjadi tripsin yang aktif yang akan
mengurai ikatan peptida. Ikatan peptide yang diuraikan adalah mempunyai gugus
karboksil dari lisin dan arginin dan gugus karboksil dari asam-asam amino
aromatik. Karboksipeptidase juga diaktifkan oleh tripsin yang akan mengurai
ikatan peptida dari rantai akhir dengan memisahkan asam amino terminal yang
mempunyai gugus karboksil bebas.
Lipase pancreas terlibat dalam hidrolisis lemak. Lemak meninggalkan lambung
dalam bentuk globule-globule besar dan sangat sukar dihidrolisis. Tetapi
globule besar ini diemulsi oleh garam empedu yang membantu lipase
memghidrolisis trigliserida menjadi monogliserida menjadi asam-asam lemak dan
gliserol. Lesitin dihidrolisis oleh lesitinase menjadi asam-asam lemak,
gliserol, H3PO4 dan
kholin.
a.
Isi jejenum |
b.
Isi ilium |
c.
Isi duodenum |
Gambar 5. Isi bagian-bagian usus halus
·
Caecum
Usus buntu
atau yang di sebut dengan caecum terdapat pada hewan herbivora dan karnivora, sedangkan
pada kuda ( non ruminansia ) usus buntu hanya berperan sebagai tempat
fermentasi. Terdapat gerakan penduler (mencampur) penyerapan dapat maksimal.
Usus buntu
atau caecum pada kuda jantan yang berumur 3,5 tahun mempunyai berat 21,2 kg,
panjang caecum pada kuda 274 cm dan lebar caecum pada kuda 50,2 cm. Isi caecum pada kuda mempunyai bentuk kasar
(lolos dari usus), warna isi caecum pada kuda hijau mudah dan tekstur isi
caecum sangat kasar dan tidak berair.
Caecum pada hewan
herbivora lebih besar dibandingkan hewan karnivora. Hal ini disebabkan karena
makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernannya berat, sedangkan pada
karnivora volume makanan kecil dan pencernaannya berlangsung dengan cepat.
Caecum pada kuda hanya berperan sebagai tempat fermentasi, disini terdapat
gerakan penduler (mencampur) panyerapan dapat maksimal. Setiap 3 sampai 8 jam
caecum akan berkontraksi dan memaksa material yang ada di dalamnya untuk
kembali ke usus besar, dimana sisa-sisa tersebut akan dilapisi oleh lendir, dan
berpindah ke anus dan sisa proses absorbsi tersebut akan menjadi kotoran.
Caecum Berbentuk seperti kantung berwarna hijau tua keabuabuan. Dalam coecum
makanan disimpan dalam waktu sementara. Pencernaan selulosa dilakuakan oleh
bakteri yang menghasilkan asam asetat, propionat dan butirat.
Gambar 6. Isi usus buntu (caecum) kuda jantan
·
Usus Besar
Berat
usus besar pada kuda jantan 2,5 kg, panjang usus besar sampai anus 165 cm dan
lingkar/lebar usus besar kuda jantan14,5 cm. Sedangkan deskripsi isi usus besar
kuda jantan mempunyai bentuk normal, warna hijau gelap dan tekstur kering. Usus
besar terdiri dari beberapa bagian antara lain caecum, colon dan rectum. Caecum
pada kuda hanya berperan sebagai tempat fermentasi, disini terdapat gerakan
penduler (mencampur) panyerapan dapat maksimal. Setiap 3 sampai 8 jam caecum
akan berkontraksi dan memaksa material yang ada di dalamnya untuk kembali ke
usus besar, dimana sisa-sisa tersebut akan dilapisi oleh lendir, dan berpindah
ke anus dan sisa proses absorbsi tersebut akan menjadi kotoran. Caecum
Berbentuk seperti kantung berwarna hijau mudah. Dalam coecum makanan disimpan
dalam waktu sementara. Pencernaan selulosa dilakuakan oleh bakteri yang
menghasilkan asam asetat, propionat dan butirat. Colon mempunyai ukuran 13,5 cm
yang lebih besar dari pada usus halus dan terdapat sakulasi (kantong-kantong).
Disini juga terjadi proses fermentasi dan absorbs air dan elektrolit secara
intensif dan colon ini juga sedikit menggunakan gerakan peristaltic. Rectum
merupakan kelanjutan dari colon dan membentuk feses dan penyimpanan sementara
sebelum dikeluarkan melalui anus (rektum berakhir sebagai anus). Feses yang
keluar lewat anus mengandung air. Feses merupakan sisa makanan yang tidak
tercerna. Cairan dari tractus digestivus, sel-sel epitel usus, mikroorganisme,
garam organik, stearol dan hasil dekomposisi dari bakteri keluar melalui anus.
Caecum dan colon memiliki kapasitas 60% dari
keseluruhan saluran pencernaan yang mempunyai fungsi 1) tempat fermentasi
dengan hasil berupa VFA, 2) Sintesa Asam Amino, Vit B & K, 3) Tempat utama
mencerna neutral detergen fiber (NDF), 4) asam laktat dari lambung dengan
adanya Veilonella gazagones akan dirubah menjadi VFA.
Produksi dan proses pencernaan fermentatif di usus
besar tidak semuanya dapat dimanfaatkan karena posisi yang dibelakang setelah
usus halus kecil, sehigga hanya sekitar 25% hasil fermentatif di usus besar
yang dapat diserap kembali ke usus kecil atau dimanfaatkan oleh tubuh.
Sedangkan rektum merupakan tempat utama penyerapan air kembali. Proses
pencernaan dari mulut sampai terbuang sebagai feses dari 95 % pakan yang
dikonsumsi membutuhkan waktu 65-75 jam.
Gambar 7. Isi usus besar kuda jantan
·
Asesoris : Hati
Menurut Dellman (1971) hati (hepar)
dianggap kelenjar yang paling besar dalam tubuh hewan dan memiliki fungsi
banyak. Pada tahap kehidupan awal (intra uterin) hati berfungsi sebagai
pembentuk benda-benda darah. Baru kemudian bangun hati disesuaikan dengan
fungsinya sebagai kelenjar eksokrin dan mengatur metabolisme tubuh. Bahkan
pendapat mutakhir mengatakan hati sebagai kelenjar endokrin, karena mampu mengadakan
sintesa berbagai bahan yang selanjutnya dilepas kedalam aliran darh seperti
halnya hormon. Hati kuda jantan
mempunyai berat 1,5 kg, panjang hati
kuda jantan 30 cm dan lingkar/lebar hati kuda jantan 19 cm. Deskripsi isi hati
kuda jantan mempunyai bentuk yang normal, warna merah hati dan mempunyai
tekstur halus.
Letak hati yang strategis diantara usus
dan aliran darah umum, menyebabkan hati menerima darah portal, yang mengangkut
zat makanan dari usus halus, kecuali lemak yang diangkat melalui pembuluh khil.
Jadi lemak akan melalui duktus thorasikus masuk aliran darah venosus dekat
jantung (Delmann, 41 ; Ham, 74). Bahan makanan yang telah diserap setelah
sampai dihati diolah dan keluar sebagai bahan baru dalam aliran darah umum.
Sebagian bahan tersebut disimpan dlaam sel-sel tertentu dan selebihnya
dipergunakan untuk metabolisme tubuh. Bersama makanan dapat pula terserap zat
toksis yang setelah sampai dihati akan ditawar melalui oksidasi, hasil yang
tidak berbahaya dibuang melalui empedu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Disetiap bagian dari
pencernaan kuda berlangsung proses pemecahan makanan secara enzimatis atau
alloenzimatis. Sistem pencernaan kuda terdiri dari mulut, kerongkongan
(esophagus), lambung, usus halus (small intestine), usus buntu/sekum, rektum
dan kloaka. Organ kuda yang digunakan dalam praktikum ini adalah kuda jantan
yang berumur 3,5 tahun, diperkirakan bobot badan 125 kg dan bobot total alat
dan organ 28,8 kg.
Panjang kerongkongan
(esophagus) kuda 62 cm, berat kerongkongan kuda 0,6 kg dan lingkar/lebar
kerongkongan kuda 4,5 cm. Lambung kuda mempunyai berat 1 kg, panjang lambung
kuda 38,5 cm dan lingkar/lebar lambung kuda 28 cm. Usus halus kuda mempunyai bobot
3,3 kg, panjang 11,33 kg dan lingkar/lebar usus halus kuda 6 cm. Caecum kuda
mempunyai bobot 21,1 kg, panjang caecum 274 cm dan lingkar/lebar caecum 50,2
cm. Usus besar sampai anus kuda
mempunyai bobot 2,1 kg, panjang 165 cm dan lingkar/lebar 14,5 cm. Hati
kuda mempunyai bobot 1,5 kg, panjang 30 cm dan lingkar/lebar hati kuda 19 cm.
5.2
Saran
Adapun saran dari praktikum ini adalah
sebagai berikut :
a. Praktikum
selanjutnya untuk dapat menggunakan ruang praktikum agar lebih efektif
b. Praktikum
hendaknya diadakan secara bergiliran dan pembagian kelompok yang sedikit
anggotanya supaya penerimaan materi yang maksimal.
c. Agar
memudahkan praktikum, Dosen dapat menggunakan jasa Coordinator Asisten.
DAFTAR PUSTAKA
Chambliss, C. G. and E. L. Jhonson. 2002. Pastures and Forages
Crops for Horses. In: C.G. Chambliss (Ed.). Florida Forage Handbook.
Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida.
Cheeke, P. R. 1999. Applied Animal Nutrition: Feed and Feeding. Second edition.
Prentice Hall Inc. Upper Saddle River, New Jersey.
Cunha, T. J., 1991. Feeding and Nutrition Horse. 2nd Edition.
Academic Press Inc. San Diego. California.
Gibbs, P. G. and K. E. Davison. 1992. Nutritional Management of
Pregnant and Lactating Mares. Texas Agricultural Extension Service. Bull.
No. 5025. Texas A&M University, College Station.
Guay, K. A., H. A. Brady, V. G. Allen, K. R. Pond, D. B Wester, L. A.
Janecka and N. L. Heningger. 2002. Matua Bromegrass Hay for Mares In
Gestation and Lactation. J. Anim. Sci. 80: 2960 – 2966
Hamer. D. 1993. Understanding Fitnes and Training. Ward Lock. London
Hamer. D. 1993. Care of the Stable Horse. B.T. Batsford Ltd. London
Kacker, R, Panwar B. 1996. Textbook of Equine Husbandry. Vikas publishing
House. New Delhi
Kidd, J. 1985. International Encyclopedia of Horse Breed. HPBooks Inc.
London
Komar, A. 1984. Teknologi pengolahan Pengolahan Jerami sebagai bahan
Makanan Ternak. Bandung: Dian Grahita
McBane. S. 1994. Modern Stable Management. Ward Lock. London
Parakkasi, A. 1988. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik Vol IB. UI
Press.
Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius:
Yogyakarta.
Soeharjono. O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang Equistian Centre. Jakarta
Syefrizal. 2008. Perawatan Kuda. http://duniakuda.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar